Halaman

Minggu, 27 Agustus 2017

Mengapa harus soal uang?

Di siang hari yang terik, tidak sengaja aku bertemu dengan saudara jauh di salah satu pusat perbelanjaan. Mengikuti adat budaya timur, sebagai yang lebih muda, aku menyapanya atas dasar rasa hormat. Tante itu agak kaget, tidak menyangka bertemu denganku. 


Dia membalas sapaanku lalu bertanya, 

X : Wah sudah mau lulus ya, mau ambil spesialis apa? 

Me : belum tau tante

X : ambil spesialis xxxx aja uangnya banyak banget. Cuma omong bentar bayarannya mahal

Me : -_- (pura-pura tersenyum) 


Jujur hati kecil saya marah mendengar kata-kata itu. Otak saya berusaha melakukan rasionalisasi, "Apa hanya saya yang kurang suka mendengar pernyataan itu?", atau saya yang terlalu sensitif 


Memilih jurusan spesialis ibarat mengikuti passion dan kata hati. Perjuangan sekolah dokter saja sudah berat, percayalah sekolah spesialis jauh lebih berat. Setidaknya itulah yang dapat saya simpulkan dari pengalaman dua tahun menjadi dokter muda. Datang sebelum subuh, pulang setelah mahgrib, jaga 3x seminggu (sering kali lebih) , tugas yang berjibun hingga mengorbankan waktu untuk diri sendiri maupun keluarga. Tidak ada jatah cuti, jatah sakit, libur semester. Dan satu lagi, tidak ada hari libur! Tanggal merah dan hari raya tetap masuk lebih-lebih untuk junior. Belum lagi panggilan cito yang bisa datang kapan saja dan tidak kenal waktu. 

Perjuangan yang butuh kerja keras, kesabaran, komitmen, dan PASSION. Jelas bukan sesuatu yang bisa diputuskan karena soal uang. 


Saya lahir di keluarga dengan background ekonomi, menjadi dokter adalah salah satu keputusan terbesar dalam hidup saya. Sungguh sedih rasanya ketika melihat mama papa sakit, tetapi tidak ada yang bisa saya perbuat. Keluarga saya  buta dengan dunia kesehatan, setiap sakit akan selalu dilanda kebingungan. Saya juga mempunyai daftar panjang riwayat penyakit keluarga dari hipertensi, diabetes, penyakit jantung, glaukoma, hingga stroke. Dengan saya menjadi dokter, saya ingin membuka wawasan saya dan keluarga tentang dunia medis. Cita-cita saya bisa membantu orang lain mulai dari keluarga terdekat hingga masyarakat (amin) untuk mengedukasi dan semoga bisa memberikan terapi yang paripurna


Salahkah saya tersinggung jika ada yang berkata menjadi dokter demi uang? 

Saya pernah bilang ke orang tua saya,  saya ingin jadi kaya (amin) , tetapi bukan dari profesi dokter. Biarlah profesi ini menjadi sarana untuk memenuhi rasa haus saya akan dunia medis, membantu meluruskan persepsi orang tentang mitos kesehatan yang tidak benar, dan melihat lebih banyak orang tersenyum.  


Bukan berarti saya tidak ingin dibayar. Semua hal di abad 21 membutuhkan uang termasuk  dokter yang butuh uang untuk hidup layak seperti profesi lain. Yang saya inginkan, nantinya jasa saya tidak memberatkan pasien, cukup sesuai kemampuan finansialnya. 


Karena dokter dan bisnis adalah dua dunia yang sangat berbeda. 

Jelas dari awal harus ada tembok pembatas di antara mereka