Halaman

Sabtu, 02 Juli 2016

Hedonisme dan Pencitraan

Sebenarnya sudah lama saya ingin menulis tentang topik ini. Hingga hari ini rasanya kepala sudah tidak sanggup menampung ide-ide yang berlompatan (baca : flight of ideas) , oke jadi saya harus segera menuangkannya. 
Pada periode 2009-2014 , pertumbuhan properti di indonesia tumbuh subur  "gila-gilaan". Harga tanah menjadi 2x lipat dalam waktu kurang dari 3 tahun. Tetapi semua ada masanya, kini pasar properti melesu, harga relatif stagnan bahkan di beberapa tempat terjadi penurunan harga karena rendahnya demand.  Tetapi ledakan harga properti dalam waktu 5 tahun sudah cukup menghasilkan banyak OKB (Orang Kaya Baru). Dampaknya? Perubahan gaya hidup yang bisa diamati dari pertumbuhan pesat cafe-cafe baru, resto mewah, dan peningkatan jumlah mobil pribadi di Indonesia. Peningkatan kelas mengengah dan daya beli masyarakat diiringi dengan menjamurnya social media ke semua kelompok umur, khususnya generasi muda. Apakah ini yang disebut hedonisme dan pencitraan?
Rhenald Kasali, guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menulis sebuah artikel yang berjudul "Generasi Wacana" . Beliau menyayangkan sifat kita sebagai generasi muda masa kini yang kerap kali melakukan sesuatu demi pencitraan. Berkonstribusi dalam amal beberapa jam tetapi mengupload foto bertubi-tubi dengan caption seolah kita sudah membuat perubahan besar. Pergi ke hotel bintang lima untuk dinner mewah di saat income kita kurang dari 5 juta perbulan hanya untuk upload di akun sosmed. Haus pengakuan dan like. Seberapa sering anda melihat orang yang update menikmati jamuan di hotel bintang 5 atau sekedar menghabiskan weekend di villa sambil berselfie ria? Coba bandingkan dengan timeline facebook 5 tahun yang lalu.
Sosmed membuat kita merasa dekat dengan artis papan atas, pejabat publik, dan kalangan elite lainnya. Kita melihat kehidupan mereka dari mobil mewah, berenang di hotel, nongkrong elite, pernikahan bak raja dan ratu yang menimbulkan keinginan untuk  menjadi seperti mereka 1x saja. Ya, sesekali pada awalnya dan kemudian sensasi kemewahan menjadi candu. Belum lagi senangnya mendapat follower baru dan banyaknya likers memuaskan hasrat menjadi "Artis".
Masih ingat dengan pernikahan Glenn & Chelsea tahun lalu? Sebuah event yang ramai diperbincangkan, romantis, mewah, hangat, dan WOW. Mulai dari foto prewedding, short movie, resepsi pernikahan, honeymoon yang memukau dan membuat mupeng. Apa ini hedonisme? Tidak, saya melihat berbeda, mereka cerdas! Mereka melakukan self branding dengan apik. Hampir selalu ada tag di setiap foto, gaun, make up artis, wedding cake, event organizer, venue, photographer, hingga honeymoon organizer. Asumsi saya kebanyakan adalah sponsor, which is free. 
Kehidupan mewah ala artis adalah tuntutan dari job mereka. They are paid for that. Bagaimana jika kalangan anak muda , mahasiswa atau pekerja kantoran yunior yang menginginkan lifestyle se WOW itu? Di sisi lain, lifestyle seperti itu merupakan hal yang wajar jika terlahir di keluarga konglomerat.  Hedonism adalah ketika kita orang biasa dengan income pas-pasan mengikuti luxury life style ala konglomerat. 
Saya pribadi kadang tergiur dengan kehidupan serba hedon, siapa sih yang tidak ingin hidup mewah dan nyaman? Everybody wants it. Tetapi saya sadar, saya hanya seorang koas yang masih bekerja dengan orang tua dengan income < 5 juta/bulan. Kehidupan mewah belum pantas untuk saya. Walaupun sesekali saya masih melakukannya. 
"If you spend, spend, spend, not only will you never become rich, but the responsible part of you will eventually create the situation where you don't even enjoy the things you spend your money on, and you'll feel end up on guilty"
(Hary Eker, Secret of Milionare Mind)

Masih dalam buku yang sama , dikatakan bahwa sejatinya orang yang melakukan pencitraan di sosial media tidak lain adalah mereka yang butuh pengakuan, the broken people. Mereka yang minder dengan kehidupan nyata. Fake happiness, sad truth,  berharap memposting sesuatu yang elite bisa menaikkan level mereka. Saya sendiri masih belajar memberantas bibit hedonisme dalam diri. 
Robert Kiyosaki dalam bukunya yang terkenal, Rich Dan and Poor Dad bercerita dia menginginkan sebuah mobil mewah,  saat itu dia punya uang yang cukup untuk membeli mobil itu. Alih-alih membelinya dia malah menginvestasikan uang yang ia miliki untuk membeli real estate, dan dalam 3 tahun, keuntungan real estate mampu membelikannya 10 mobil. Pelajaran yang simple tetapi sarat makna, menunda hasrat untuk spending akan membawa kita mencapai kebebasan finansial lebih cepat.
Apa definisi hedonisme dan pencitraan menurut kamu? Share yuk disini
Thank you for reading
Renesie