Halaman

Kamis, 17 Maret 2016

Karmaku Telah Berbuah

Pernah tidak merasa takdir seolah tidak adil? Ketika hal buruk menimpa kita dan menjadi yang paling salah? Sekelumit gundah gelisah yang kurasa kemarin. Aku tidak akan cerita disini, karna kuyakin menceritakan kisah itu takkan membuatku merasa lebih baik dan juga tidak membawa efek positif padamu. Tapi aku akan menulisnya dari sudut pandang yang berbeda.

Aku hanyalah gadis biasa , yang tidak cukup tegar menghadapi ini semua. Untuk pertama kali dalam belasan tahun terakhir, aku menangis keras di depan umum. Jika kuingat sekarang, aku merasa geli sendiri. Penyesalan menyapaku dari masa lalu, mengejekku dengan cemohannya. Oh penyesalan, mengapa kau tidak bosan-bosannya menghampiriku? Aku marah pada orang itu, pada orang lain, dan pada diriku sendiri. Kemarahan yang membuat segalanya lebih runyam.

Aku tidur dengan nyenyak malam tanpa mimpi.  Bangun tanpa dering alarm di pagi hari dan ajaibnya, merasa jauh lebih baik. Ku melangkah ke dapur, mengambil 2 sendok teh bubuk kopi, dan mulai meracik kopi kesukaanku. Seteguk demi teguk dan aku mulai merasa hal yang berbeda, oh tidak aku membuatnya dengan air es. Pantas saja aneh. Setelah menyelesaikan sarapanku, hatiku terpanggil untuk berdoa lebih pagi dari biasanya. 

Aku mengambil nafas dalam dalam dan menghembuskan dengan pelahan. Berusaha memusatkan pikiran pada pola nafas.  Nadiku lambat laun berirama lebih teratur dan melambat. Kedamaian datang padaku , terasa begitu dekat seolah duduk di sampingku. Aku merasa lebih legawa dan pasrah. Seketika aku ingat tentang hukum karma, ini terjadi bukan merupakan kebetulan ataupun  akibat yang muncul dengan sendirinya. Tentu juga bukan nasib buruk. Sesuatu terjadi saling bergantungan antara sebab dan akibat. Tidak ada akibat yang mendahului sebab. Karmaku telah berbuah. Mungkin dulu, entah di kehidupan sekarang atau masa silam , aku pernah menabur benih yang tidak baik, merawat benih-benih itu dengan hati yang belum bersih, dan kini buah pahitlah yang harus kupetik.

Oh Guru Agung,
Aku sadar membenci  balik hanya akan menyiksa diriku sendiri, jelas bukan pilihan yang bijak.
Ingatkanlah aku untuk selalu tetap mengikuti ajaranmu, yang senantiasa mengajarkan untuk memadamkan api kebencian dan kemarahan kepada siapapun juga

Oh Tuhanku,
Peluklah aku erat erat dalam kasihmu. Sinarkanlah hatiku dengan cahayamu yang suci dan penuh kedamaian. Bantulah aku ikhlas memakan buah karmaku, tanpa banyak mengeluh. Sadarkanlah aku untuk tetap berbuat baik dan menanam kebajikan seberapa pahit buah yang harus kumakan.

Buah karmaku telang matang, akulah yang harus mencicipi, mengolahnya sendiri dan menghabiskannya. Ia menjadi pahit bukan karena orang lain yang memberinya racun, tapi karena hasil perbuatanku sendiri. Aku sadar musuh terbesar adalah diriku sendiri yang masih menyimpan sedikit rasa benci. Tetapi aku berjanji untuk berusaha dengan keras menghapusnya.  Mungkin aku belum sanggup untuk mendoakanmu bahagia, tapi sungguh aku tidak pernah berharap sesuatu yang buruk terjadi padamu. 

Oh Tuhan,  
Bangunkanlah aku ketika nanti aku mulai lelah untuk bangkit. Ingatkanlah aku untuk selalu bersemangat berubah menjadi
 pribadi yang lebih baik. Aku tak pernah ragu akan kasihMu, ajaran mulia Sang Guru Agung dan kehebatan Alam Semesta.


"Karena tak boleh ada air mata yang tidak menghasikan cipta, sekecil apapun itu", -renesie.

Thank you for reading