Halaman

Kamis, 28 Agustus 2014

NO TITLE Yet

Rina berjalan perlahan sambil memperhatikan langkah kakinya. Ruang gate G15 yang ditujunya masih jauh. Arsitektur bandara itu sangat unik, memadukan style eropa kuno dengan segala kecanggihan teknologi masa kini. Terdapat banyak fashion store , duty free shop dan outlet kelas atas yang memanjakan para shopaholic. Bandara itu cukup asing baginya, dan kini dia menemukan dirinya sendirian. 

Ia melihat tiket pesawatnya, "masih 3 jam lagi", ujarnya dalam hati. Ia mampir ke restaurant cepat saji memenuhi permintaan perutnya yang tak kunjung berhenti. 
"One cheese burger, please"
"Any drink?"
"Yes, one medium coke"
"20 dollars, miss"

Ia menagambil pesanannya dan kemudian memilih duduk di paling pojok sambil membuka gadgetnya. "Makan begini doang 20 dolar, tingginya biaya hidup di negara maju, keluhnya dalam hati" . Sambil makan, dia memperhatikan orang-orang yang lalu lalang di bandara yang super sibuk itu. Dari kejauhan ia melihat wanita paruh baya yang berwajah asia memesan makanan. Wanita itu juga sendirian, masih merawat dirinya, terlihat dari riasan make up nya yang apik, seolah tidak mau kalah dengan style masa kini.

Setelah selesai mengisi isi perutnya, ia segera menuju ke gate, walalupun flight nya masih 1,5 jam lagi. Rina tidak mau mengambil risiko, yahh tiket ke indonesia dari sini sangat mahal menurut ukuran kantongnya. Ia mengamati jadwal flight, dan flight ke denpasar bali berada di urutan papan kedua. Sambil menunggu , ia menikmati fasilitas internet di komputer yang disediakan secara cuma-cuma. Setelah bosan browsing dan membuka medsosnya, ia kembali duduk di kursi. Wanita paruh baya yang  dilihatnya tadi di resto cepat saji masuk ke gate. Dugaannya ternyata benar, wanita itu akan ke Bali, yahh satu pesawat dengan rina.

Wanita itu membawa tas bertulisan LV, dari penampilannya seperti orang penting atau pejabat. Ia memilih tempat duduk tepat disampingnya. Rina tersenyum malu-malu ke arah wanita itu. Wanita itu tersenyum balik. 
"Are you indonesian?" 
"Yes, i am, how about you, mam?"
"Saya juga kok, siapa namamu?"

Wahh, rina cukup bangga, merupakan hal yang langka dia bisa menebak asal orang dengan benar.
"Rina, tante"
"Ohhh, jauh-jauh kesini sendiri ngapain?"
"Saya lagi pertukaran pelajar , tante" 

Entah mengapa, rina terlalu malu mengatakan alasannya yang sebenarnya.
"Ohh, rina kuliah dimana? Anak tante juga seumuran kamu lo" 
"Saya di FK UI tante. Ohya tante? Kuliah dimana?"
"Anak tante di UPH. Pinter ya berarti dapet disana?"

Menjadi anak FK kadang-kadang memang sangat menguntungkan dari sisi pencitraan, padahal jelas tidak semuanya begitu. Istilah kerennya, majas hiperbola banget. 
"Ahh gak tante biasa saja"
"Calon menantu tante juga kuliah disana lo, tetapi sekarang sudah masuk klinik"
"Angkatan berapa tante? 2009 atau 2010?"
"Angkatan 2009 kok, namanya alex kenal?"

Rina termenung sejenak, berusaha mengumpulkan tenaga untuk tetap terlihat wajar dan biasa saja.
"Oh gak kenal tante, saya angkatan 2011, tapi kalau ada fotonya mungkin kenal , tante" 
Tante itu mengeluarkan gadget dari tas nya
"Ini lo, fotonya sama anak saya, kamu pernah liat gak?"

Kaki rina langsung terasa lemas dan pandangannya mendadak gelap.

==

Rina terperanga dan loncat bangun dari tidurnya. Dia merasa sangat amat kelelahan sekali setelah mimpi aneh yang begitu rapi dan terasa sangat dekat dengan dunia nyata. Keringat bercucuran di dahinya. Tangannya mengelap keringat di dahinya. Dan dia mulai terisak dalam sepi.

Dia benar-benar belum bisa menerima jika mimpi itu menjadi kenyataan. Mimpi yang terasa amat menyakitkan. Belum lama ini dia mengakhiri hubungannya dengan alex. Tetapi tidak bisa dipungkiri, rasa itu masih belum hilang, walau tidak sama seperti dulu lagi.

Rina mengambil handphone nya, dan membuka bbm nya, dicarinya kontak, "Alex". Ingin sekali rasanya chat Alex, sekedar menanyakan kabar atau hanya memastikan Alex masih single. Tapi dia mengurungkan niatnya. Yahh , dia tau benar kepribadian Alex, tidak mungkin Alex bisa menemukan pengganti dirinya secepat itu. 

Rina mengirim chat message ke sahabatnya tentang mimpinya itu, dan memintanya mengunjungi rumahnya.

Pembantu rina , mbak sum membukakan pintu, "eh ada neng sinta, masuk neng"
Sinta sering berkali-kali ke rumahnya, bahkan kerap kali menginap, sehingga sudah seperti saudara sendiri.  Tidak heran, mbak sum langsung mempersilahkan masuk tanpa  meminta ijin rina terlebih dulu.

Rin, rin, ketuk sinta di kamar rina
"Eh lu cepet amet datengnya"
"Iya lu tau lah gue pembalap FI"
"Ampun deh kakak, duh gimana ya, berarti gue ternyata belum move on ya?" Rina masih memakai piama tidurnya, dengan mata yang masih merah.
"Iya lah, gue udah  bilang lu cuma pura-pura udah move on, eh baru mimpi gitu doang udah nangis bombay"
"Lu kok jahat gitu sih?"
"Eh gak gitu keles, maksud gue lu harus sadar lu sekarang di tahap mana, kalau belum move on ya gak apa apa, yang penting jangan balik jalan mundur lagi"
"Terus gue harus gimana dong?" 
"Lu harus ngaku kalau lu belum move on dan belajar move on, bukan sebaliknya"
"Kok tumben sih lu mendadak dewasa gini?"
" ya iya lah dikasi problem solving gini, gimana gak dewasa coba"
Mereka berdua tertawa berpelukan
"Thanks ya sin, lu nginep di rumah gue aja ya malem ini? Baju lu masih ada beberapa di lemari"
"Beres lah nona"

Sinta benar. Cepat atau lambat, mimpi itu bakal menjadi kenyataan. Alex akan menemukan penggantinya, dan begitu juga dengannya. Rina sadar, dia terlalu sok kuat dan munafik untuk mengatakan sudah bisa move on secepat itu. Jika mencintai butuh waktu dan proses, tidak berlebihan kan jika mengatakan move on juga butuh waktu dan proses? 

Semua orang pernah patah hati, all you have to do is MOVE ON

renesie.blogspot.com


To be continued 

Thank you for reading guys